Jumat, 04 Januari 2013

Barang Bukti


Definisi
Barang adalah barang yang dipakai oleh Terdakwa untuk melakukan kejahatan. Barang bukti sangat diperlukan menambah keyakinan hakim dalam memutus perkara. 
Barang bukti menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, dapat digolongkan menjadi dua yaitu :
1. Benda bergerak, misalnya meja atau ternak.
2. Benda tak bergerak, misalnya hak atas benda bergerak seperti hak memungut hasil, hak pakai, hak atas saham, dll.
Sedangkan menurut HIR, barang bukti hanya terdiri atas barang bergerak (pasal 42 jo 63 HIR). Dan menurut Pasal 1 butir (6)  KUHAP, barang bukti dibedakan menjadi empat:
1. Benda bergerak
2. Benda tak bergerak
3. Benda berujud
4. Benda tak berujud
Pasal 181 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa hakim ketua sidangmemperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal benda itu. Dalam ayat (2) pasal ini, hakim juga dapat memperlihatkan barang bukti tersebut kepada saksi. Fungsi memperlihatkan barang bukti baik kepada terdakwa maupun kepada saksi adalah untuk mengidentifikasi barang bukti tersebut bahwa memang benar benda tersebut yang dipakai terdakwa untuk melakukan kejahatan sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum. Dengan diidendentifikasikannya barang bukti tersebut, maka hal itu akan menambah keyakinan hakim bahwa memang telah terjadi tindak pidana dan memang benar terdakwalah yang melakukan perbuatan itu.

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa barang bukti adalah barang-barang baik yang berujud, bergerak dan tak bergerak, yang dapat dijadikan bukti dan fungsinya untuk diperlihatkan kepada terdakwa ataupun saksi di persidangan untuk mempertebal atau menambah keyakinan hakim dalam memutus sebuah perkara.

Penyitaan
Pejabat dapat mengamankan barang bukti. Yang dimaksud dengan mengamankan di sini adalah mencari, menerima dan menyimpan hingga barang bukti tersebut pada waktunya akan diajukan ke depan persidangan. Menurut KUHAP, pejabat yang diberi wewenang untuk mengamankan barang bukti adalah penyidik dan pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang (Pasal 6 ayat (1) KUHAP). Barang bukti yang disita tersebut disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara. Namun apabila belum rumah penyimpanan benda sitaan negara maka barang sitaan akan disimpan di Kantor Kejaksaan Negeri, di Kantor Pengadilan Negeri , di gedung bank pemerintah atau apabila keadaan memaksa disimpan di tempat penyimpanan lain atau di tempat semula benda itu disita.
Apabila perkara telah diputus oleh hakim dan putusan telah memiliki kekuatan hukum tetap maka barang bukti tersebut dapat dikembalikan lagi. Tetapi tidak menutup kemungkinan untuk dikembalikan kepada pemilikny sebelum diputus oleh hakim. Berdasarkan Pasal 46 KUHAP, benda yang dikenakan penyitaan dapat dikembalikan apabila:
1. Kepentingan penyidikan dan penuntutan  tidak memerlukannya lagi,
2. Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata bukan merupakan tindak pidana,
3. Perkara tersebut dikesampingkan demi kepentingan umum, atau perkara ditutup demi hukum, kecuali apabila bnda itu diperoleh dari suatu tindak pidana yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.

Pasal 39 KUHAP menyatakan benda-benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
1. Benda atau tagihan tersangka/terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana,
2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya,
 Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana,
- Benda yang khusus dibuat atau dipergunakan melakukan tindak pidana,
- Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yng dilakukannya.

Barang yang dijadikan barang bukti tidak dibenarkan dipakai sebelum perkaranya diputus oleh hakim karena akan membuat perkara menjadi kabur apabila barang tersebut hilang atau rusak. Namun ada pertimbangan yang membolehkannya pemilik meminjam barang bukti tersebut:
1. Barang tersebut karena sifat/ujudnya tidak akan mengganggu kepentingan persidangan,
2. Kepentingan hak-hak dasar manusia dari peminjam/pemilik barang tersebut, misal untuk kebutuhan hidup tersebut sangat mendesak,
3. Peminjam/pemilik barang tersebut membuat pernyataan/perjanjian di atas segel menyatakan sangup bahwa barang tersebut sewaktu-waktu dibutuhkan untuk kepentingan persidangn dapat segera mengembalikan dalam keadaan baik seperti semula.
Jadi peminjaman barang bukti yang disita tersebut didasarkan atas kebijaksanaan semata-mata dari pejabat penyitaan demi kepentingan perikemanusiaan. Namun untuk menjaga agar terjamin keutuhan atau kelengkapan barang bukti, maka ditentukan sanksi, dapat dilihat dalam kententuan Pasal 231, 232 dan Pasal 233 KUHP.
Dalam persiapan sidang maka jaksa penuntut umum harus meneliti berkas perkara termasuk barang bukti:
-    Barang bukti yang tercantum di dafar barang bukti berkas perkara agr diteliti dan dicocokkan dengan kenyataannya dan diperiksa pembungkusnya dengan memperhatikan lak segelnya.
-      
     Barang bukti yang sekiranya tidak mungkin dibawa seluruhnya ke depan persidangan karena wujud atau jumlahnya terlalu banyak, cukup diajukan contohnya saja. Sedangkan untuk barang bkti yang karena sifatnya/keadaannya tidak mungkin dibawa ke depan persidangan, maka cukup diajukan surat-surat tanda milik barang bukti tersebut.
-       Sehari sebelum hari sidang, jaksa penuntut umum harus mengadakan pengecekan penyediaan barang bukti. Mengenai barang bukti yang tidak dimungkinkan seluruhnya dibawa ke depan persidangan, maka jaksa penuntut umum harus menyiapkan barang bukti tersebut di tempat, untuk sewaktu-waktu diperiksa oleh hakim.
Dalam hal barang-barang sitaan yang lekas rusak/busuk maka menurut Surat Edaran Jaksa Agung RI tanggal 13 Juli 1935 No. 15/1953 menginstruksikan kepada pegawai penuntut umum untuk bertindak seperti dilakukan dalam ayat (2) dan (3) dari pasal 2 PP No. 11/1947 jo No. 43/1948 dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Barang-barang atau benda-benda itu hendaknya dijual seberapa mungkin dengan harga pasar.
2. Penjualan harus diijinkan dengan tegas oleh pemilik atau yang berhak,
3. Daripada barang-barang atau benda-benda itu hendaknya ditahan sebuah contoh atau sebagian kecil untuk dijadikan barang bukti bagi hakim,
4. Hasil penjualannya dikurangi biaya-biaya penjualan hendaknya diajukan ke sidang pengadilan sebagai barang-barang bukti,
5. Barang-barang bukti tidak dijual bila menurut peraturan barang-barang itu tidak boleh dijual  atau mengenai hal itu telah dikeluarkan peraturan-peraturan istimewa  atau penuntut umum mengambil keputusan lain.
Pasal 45 KUHAP mengatur sebagai berikut:
(1) Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau membahayakan sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan.... atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut:
a. Apabila perkara masih di tangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya,
b. Apabila perkara sudah ada di tangan pengadilan maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum dengan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.

     (2)  Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti.
  (3) Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil dari benda sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1).
   (4) Benda sitaan yang bersifat terlarang atau yang dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan.

Status bukti setelah adanya putusan
Di dalam persidangan, hakim diwajibkan untuk memperlihatkan barang bukti  baik kepada terdakwa maupun saksi. Hal ini tidak lain agar hakim tidak salah menggunakan barang bukti yang mungkin saja baik saksi maupun terdakwa tidak mengakui kebenarannya/keasliannya dari barang bukti yang diajukan jaksa dalam persidangan. Hal ini diatur dalam Pasal 181 KUHAP.
Dalam amar putusan, hakim biasanya mengandung dua hal, yaitu:
1. Mengenai hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa
2. Mengenai status barang bukti dalam perkara yang bersangkutan

Berdasarkan pasal 316 HIR, status barang bukti setelah putusan adalah sebagai berikut:
1. Barang bukti kembali kepada pemilik
2. Barang bukti dirampas oleh negara,
3. Barang bukti yang dirampas ini merupakan barang yang diperoleh dengan kejahatan, misalnya uang palsu yang diperoleh dari kejahatan pemalsuan uang, dan barang yang sengaja dipakai untuk melakukan kejahatan, misalnya pisau, pistol, dll.
4. Barang bukti dirampas untuk dimusnahkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar